Jakarta, 12 Mey 2025 | Dalam rangka upaya memperjuangkan keadilan bagi ayahnya, asmara terbang ke Jakarta meminta keadilan terkait korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
“Asmara” adalah anak ke empat dari korban salah tangkap yaitu Angkasa alias Kocot. Kedatangan nya ke Jakarta tidak sendiri, ia didampingi team kuasa hukum dari perkumpulan Advokad betawi (PADI) yang dipimpin oleh Jaka syahroni dan kawan-kawan yang berkedudukan di “Rumah Rakyat” Jalan H. Mukhtar, Joglo Raya, Jakarta Barat.
Asmara mengungkapkan bahwa ayahnya Angkasa alias Kocot bin Hanafi telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Kayuagung dengan perkara Nomor 89/Pid.B/2024/PN Kag atas tuduhan pembunuhan terhadap Saidina Ali yang menurut sejumlah saksi dan bukti, ayahnya tidak terlibat dalam pembunuhan tersebut.
Tragedi tersebut terjadi pada malam hari tgl 30 Oktober 2023 di Dusun IV, Desa Padang Bulan, Kecamatan Jejawi OKI, Sumatra Selatan.
Asmara mengatakan “Saya datang ke Jakarta bertujuan untuk membuka mata publik serta DPR RI bahwa ayah saya tidak bersalah. Kejadian seperti Ini adalah bentuk kesewenang-wenangan hukum yang tidak bisa dibiarkan,” tegas Asmara kepada awak media usai melakukan koordinasi bersama kuasa hukumnya (PADI) serta menyampaikan permohonan audiensi resmi kepada Komisi III DPR RI.
Tean kuasa hukum yang dikoordinir oleh Jaka syahroni menyatakan bahwa langkah hukum yang diambil kini bukan hanya membela hak korban, tapi juga untuk membongkar dugaan kesalahan prosedural dan terindikasi rekayasa yang mengarah pada kriminalisasi.
“Kami menemukan banyak kejanggalan. Alat bukti lemah, saksi kunci Mizar telah mencabut BAP dan menyebut pelaku sebenarnya adalah Hendra, Samin, dan Ricky. Tapi justru Angkasa yang ditetapkan sebagai terdakwa. Ini ironis, dan kami akan kawal kasus ini sampai ke Mahkamah Agung jika perlu,” jelas Jaka syahroni.
“PADI” juga membuka jalur komunikasi dengan lembaga-lembaga pemantau hukum dan hak asasi manusia, serta menyampaikan tembusan kepada Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia sebagai upaya advokasi publik dan sistemik.
Asmara menegaskan bahwa perjuangannya bukan semata demi membebaskan sang ayah, tetapi juga sebagai pelajaran penting agar institusi penegak hukum tidak menjadikan rakyat kecil sebagai korban pelampiasan dalam penyelesaian perkara.
“Bapak saya seorang petani biasa. Dia bukan pembunuh. Saya anaknya, saya saksi hidup bahwa malam itu bapak bersama warga lain menghadiri acara hajatan dan tidak pernah meninggalkan lokasi. Tapi karena sistem hukum yang cacat, ayah saya jadi tumbal,” kata Asmara dengan suara bergetar.
Kehadiran Asmara dan team kuasa hukum “PADI” di Jakarta menjadi titik balik penting dalam perjuangan membuka kembali kasus yang telah merenggut hak hidup seorang warga sipil secara tidak adil.
Mereka berharap Komisi III DPR RI segera merespon surat audiensi resmi yang telah diajukan, dan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kapolres OKI Sumatra Selatan.